Terminal Peti Kemas KOJA, Nasibmu Dulu dan Kini

Sumber: TPK Koja
Kerjasama Operasional Terminal Petikemas KOJA (KSO TPK Koja) pernah disebut-sebut sebagai Boomings Port untuk Asia Tenggara, mengingat berbagai fasilitas yang serba newest generationpada waktu itu. 

Bahkan menurut laporan BPK tahun 2004 saja, kinerja keuangan KSO TPK Koja sangat luar biasa dalam memasok keuntungan bagi PT. Pelindo II. Laporan BPK menyebutkan hal sebagai berikut “Terminal Petikemas Koja, suatu perusahaan kerjasama operasi yang 52,12 % investasinya dimiliki oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II dengan total aktiva sebesar Rp284.255.502.000 dan total laba bersih sebesar Rp345.859.056.000, untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2004 yang diaudit oleh auditor independen lain dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, yang laporannya telah diserahkan kepada kami (BPK)”.

Namun, kini KSO TPK Koja tidak lagi bersinar seperti ketika pertama dilahirkan. Kenapa?
-------------------
Sumber: TPK Koja
Jika Membicarakan KSO TPK Koja tidak bisa terlepas dari proses privatisasi atas PT. Jakarta International Container Terminal (PT JICT) yang terjadi pada tahun 1999. Dimana proses privatisasi tersebut sarat nuansa korupsi yang melibatkan banyak petinggi negara saat itu.

Setelah ditunda-tunda dan sempat dua tahun dihentikan penyidikannya oleh Kejaksaan, akhirnya Timtas Tipikor (Tim Pemeberantasan Tindak Pidana Korupsi) Nasional saat itu mengumumkan nama-nama tersangka koruptor yang bertanggung jawab atas korupsi pada privatisasi 51% saham PT. JICT kepada Grossbeak Pte.Ltd (Hutchison Whampoa group). 

Saat ini lahan KSO TPK Koja terus menyempit menjadi 30,6 Ha dari yang semula direncanakan yaitu 90 Ha. Mirisnya, PT. Pelindo II pun tanpa hatinurani, alih-alih membesarkan dan memajukan TPK Koja, malah melakukan penyewaan lahan yang sedianya diperuntukkan untuk TPK Koja.


Sumber: TPK Koja
Bahkan sekedar untuk parkir bagi truck container dan tempat istirahat sopir pun TPK Koja tak mampu menyediakan. Ditambah lagi adanya ketentuan Dirjen Bea dan Cukai yang mengharuskan setiap TPS wajib mempunyai lokasi pemeriksaan behandle sendiri. 

Jalan akses utama yang banjir, dermaga yang anjlok, gedung kantor semi permanen yang tak layak huni karena kontruksinya hanya untuk 5 tahun dan sekarang berada di lokasi yang rawan (diapit dua instalasi tanki BBM yang flameable) menambah panjang daftar keterpurukan TPK Koja.

Kebayang kan, bagaimana kondisi TPK Koja yang kian terpuruk dan semakin kehilangan ‘value’ di mata para customer saat ini? Selain karena krisis global juga karena turunnya daya saing sehingga throughput bulan januari 2009 turun 40% dibanding bulan yang sama tahun lalu. Semua itu sebagai akibat dari tidak adanya kepedulian dan komitmen dari kedua pemilik yaitu PT Pelindo II dan PT HPI alih-alih sebagai upaya perkerdilan atau pembunuhan sistematis terhadap TPK Koja.
Sumber: TPK Koja
Secara kasat mata memang telah terjadi penyambungan dermaga sampai pada tahun 2005, yaitu menjadi 650 m (bertambah 112 m) maupun kerjasama peminjaman QCC dan trashipment.. Jika diamati seksama maka penyambungan dermaga dan kerjasama tersebut sebenarnya dalam kerangka memuluskan agenda Hutchison Whampoa untuk memonopoli pelabuhan dengan cara menyatukan dermaga JICT dan TPK Koja.

Pemicu dari semua ini adalah akibat dari dilepasnya TPK Koja ke tangan Hutchison Whampoa, melalui perpanjangan tangannya, yaitu Ocean East dan Ocean Deep, Ltd. pada tahun 2000, perusahaan dalam group yang sama yang membeli JICT. Semua itu tentu saja atas seizin dan sepengetahuan pemerintah dalam hal ini PT. Pelindo II. Upaya Monopoli Hutchison bukan tidak disadari oleh para petinggi PT. Pelindo II, bahkan diketahui secara jelas. Bagaimana tidak? Posisi komisaris PT. JICT sendiri dipegang oleh Direksi Pelindo II. Setiap tindak tanduk Hutchison alih-alih diawasi untuk kepentingan negara, tetapi seolah-olah selalu di amini saja.

Namun, dari semua cerita sedih akibat privatisasi Terminal Peti Kemas Tanjung Priok, tersisa sepotong mimpi indah anak-anak negeri ini yang terkubur oleh buruknya perilaku privatisasi para pejabat di negeri ini. 

Berita baiknya lagi, akhirnya Badan Pemeriksa Keuangan telah menyelesaikan seluruh audit investigatif terhadap PT Pelindo II yang diajukan Panitia Angket DPR. Dari audit itu, ditemukan kerugian negara mencapai Rp 14,68 triliun. Dengan demikian, bolehlah kita berharap bahwa tak lama lagi aset negara berupa KSO TPK Koja ini kepemilikannya akan segera beralih kembali kepada pemilik sebenarnya, yaitu Bangsa Indonesia. Semoga...

#SaveNationalAsset

*Ghee (30092018,23.24)








Komentar

Postingan Populer