Literacy in Diversity, GWRF 2019
Perhelatan
akbar dunia literasi yang digawangi oleh PT Gramedia bekerja sama dengan
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, baru usai sepekan yang lalu. Namun
gaungnya masih terasa hingga saat ini. Beruntung saya dapat mengikuti beberapa
kegiatan dari seluruh rangkaian acara sejak hari pertama hingga hari ketiga,
melalui penugasan sebagai Team Media Blomil (Blogger Mungil).
--------------------------
GramediaWriters and Readers Forum (GWRF) 2019 bertajuk “Literacy in Diversity”.
Merupakan simbol atas keberagaman dalam dunia literasi, seperti halnya
kemajemukan di Indonesia.
GWRF 2019, menampilkan 45 penulis buku dan
pemateri profesional yang berbagi pengalaman serta prakteknya di dunia
keliterasian dalam balutan tema ringan hingga serius, khas milenial, budaya
& sastra, pemantik kreativitas hingga spiritualitas. Kesemuanya dikemas
dalam bentuk talkshow, workshop, editor’s clinic, serta film review.
Acara ini
juga dimeriahkan book bazaar, music performance serta tak ketinggalan Awarding
Gramedia Short Film Festival (AGSFF) yang
dilaksanakan untuk pertama kalinya.
Gramedia
Writers and Readers Forum 2019 ini merupakan komitmen Gramedia untuk terus meningkatkan
literasi Indonesia melalui acara yang inspiratif dan inovatif. Seperti tahun
sebelumnya, animo masyarakat terhadap acara ini sangat tinggi, terbukti dari
membludaknya pemesanan tiket secara online melalui aplikasi MyValue.
--------------------------
Di hari
pertama GWRS 2019, saya meluangkan waktu untuk mendengarkan celoteh tiga
perempuan muda yang karya-karya fiksinya dikenal luas melalui media sosial,
terutama Watpatt dan Instagram (Ig). Mereka adalah Poppy Pertiwi, Luluk HF dan AsabellAudida
“Show
Your Creation with Sosmed”, demikian judul tema yang diperbincangkan.
Banyak tips kepenulisan dibagikan bagi para fans mereka yang rata-rata
anak SMA. Saat ada yang bertanya “bagaimana caranya menulis yang bagus agar
orang suka dengan tulisan kita?”, Poppy memberikan tips “awali dengan
keranjingan membaca buku terlebih dahulu, sehingga kita akan menulis dengan
mudah dan mampu membaca selera pasar.”
Sedangkan
menurut Luluk, niatkan untuk konsisten menulis minimal satu halaman
perhari dan langsung posting di watpatt. Setelah terkumpul minimal sepuluh part,
barulah dipromosikan melalui media sosial yang dimiliki, semisal instagram
ataupun facebook dan twitter. Jangan lupa untuk selalu positif thinking,
tanamkan keyakinan pada diri, bahwa akan ada pembaca yang datang dan menikmati
karya kita.
Tips
berikutnya datang dari Asabell. Menurut dia, luruskan niat karena ingin
mengasah kemampuan menulis dan jika ingin sukses, cobalah untuk berani
melangkah dan berproses, jangan takut dengan komentar negatif pembaca, justru
jadikan hal tersebut sebagai pemacu dalam memperbaiki kualitas karya kita,
sebab komen negatif merupakan jalan menuju kesuksesan.
Satu
tambahan tips lagi dari Asabell, untuk membuat konten yang berbeda,
gunakan konten yang dapat dilihat dan didengar, misalnya ada backsound suara
hujan, suara hewan dan lainnya yang mampu membangkitkan imaginasi pembaca.
--------------------------
Di sessi
kedua, saya larut dalam euforia para abegeh penggemar Fiersa Besari.
Mantan vokalis grupband indie Climacteric asal Bandung ini, kini dikenal
sebagai penulis yang telah melahirkan lima novel. Simak saja kutipan yang
terdapat dalam buku kelimanya ini...
“Orang
bilang, jodoh takkan ke mana. Aku rasa mereka keliru. Jodoh itu akan ke
mana-mana terlebih dahulu, sebelum akhirnya menetap. Ketika waktunya telah
tiba, ketika segala rasa sudah tidak bisa lagi dilawan, yang bisa kita lakukan
hanyalah merangkul tanpa perlu banyak kompromi. - Albuk 11:11 –
Gimana para
cewek gak klepek-klepek, jika diberi kalimat gombal seperti itu?
“Bung!”,
demikian panggilan akrab Fiersa Besari mengatakan bahwa menulis,
merupakan proses mengabadikan dan diabadikan sesuatu, serta untuk mengingat
orang lain agar orang lainpun mengingat kita. Penikmat karya kita tidak akan
pernah tahu apa yang mereka butuhkan, sebelum kita benar-benar memberikannya,
serta selalu ciptakan karya baru untuk menghindari kejenuhan.
Limabelas
detik pertama, itulah saat yang paling menentukan di mana karya kita akan
diterima oleh pembaca atau tidak, sebab dalam proses menulis yang paling susah
ya di sepuluh kalimat pertama dan sisi editor kitalah yang sering kali menjadi
penghambat dalam proses penulisan, maka tinggalkan saja dulu si editor dalam
diri kita itu!
Demikian
tips kepenulisan yang disampaikan oleh Fiersa Besari bagi penggemarnya,
yang mayoritas kaum hawa itu.
"TAPAK JEJAK", buku memoar perjalanan Bung
Fiersa sewaktu menyusuri Indonesia selama tujuh bulan, akan dirilis tanggal 17
Agustus 2019. Yuks kita nantikan
kehadirannya esok lusa....
#GWRF2019
@literasinusa
@perpusnas.go.id
@blomilofficial
Komentar
Posting Komentar