“Ketika Teknologi Memperbudak Manusia”
![]() |
ilustrasi: rahmiaziza.blogsetik.com |
“Hari gini, gak punya
hape? Emang loe hidup di jaman Flinstone?”, begitulah tanggapan seorang teman,
seraya memandang aneh ke saya yang masih menggunakan hape jadul. Jujur, tak
penting bagi saya hape dengan fitur terbaru, toh digunakan kala bertelponan dan
ber-sms ria saja. Untuk apa hape canggih, jika hanya dua hal tersebut yang
rutin dilakukan?
Namun, itu berlaku ketika saya belum terlalu aktif di dunia
maya. Kemajuan teknologi memang tak dapat dihindari, terutama jika hidup di
kota besar yang senantiasa dinamis dan menuntut kecepatan bertindak.
Akhirnya, berkat kekesalan seorang teman yang sudah saya anggap kakak sendiri dan kebetulan beliau ketua yayasan tempat saya mengabdi, sayapun punya BB (biarpun bekas, tapi masih bagus). Beliau suka sebal, karena harus selalu menelpon atau mengirim sms kala berhubungan dengan saya, padahal kegiatan yayasan lebih banyak dilakukan secara online.
Akhirnya, berkat kekesalan seorang teman yang sudah saya anggap kakak sendiri dan kebetulan beliau ketua yayasan tempat saya mengabdi, sayapun punya BB (biarpun bekas, tapi masih bagus). Beliau suka sebal, karena harus selalu menelpon atau mengirim sms kala berhubungan dengan saya, padahal kegiatan yayasan lebih banyak dilakukan secara online.
BB jadul yang semula saya gunakan hanya untuk terima telpon
dan sms ini, oleh anak saya diutak-atik, hingga bisa digunakan untuk mengirim
dan menerima email, bersosialiasi melalui grup-grup whatssap (wa) yang saya
ikuti dan yang pasti bisa untuk fesbukan dan twiteran. Justru BB jarang saya
gunakan untuk bersosialisasi di BBM grup. Aneh, kan? Hehehe
-------------------
Jaman memang telah berubah, sekarang dunia bak berada di
genggaman tangan. Pepatah “dunia selebar daun kelor”, sudah hampir nyata di
depan mata. Istilah “menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh”, sering terdengar di kalangan gadget mania. Menyedihkan memang dan itulah tugas
utama kita, tidak terlalu tergantung pada penggunaan “benda ajaib” itu semata.
Coba tanyakan pada sepuluh perempuan pengguna hape, pasti sembilan akan menjawab lebih baik ketinggalan dompet daripada ketinggalan hape. Sebab kalau ketinggalan dompet, masih bisa berhubungan dengan orang lain melalui hape, untuk minta diantarkan dompet yang tertinggal tersebut, atau sekedar meminjam uang. Namun, jika hape sampai tertinggal, maka seharian bawaannya bisa bete dan mati gaya.
-------------------
Sebaiknya, kecanggihan teknologi memang jangan sampai memperbudak manusia. Lihatlah, ibu-ibu jaman sekarang yang semakin sadar akan perannya sebagai pendidik bagi anak-anaknya di rumah. Kini, makin banyak pekerja perempuan yang memilih resign dari kantor, demi pembentukan karakter anak-anaknya.
Sebaiknya, kecanggihan teknologi memang jangan sampai memperbudak manusia. Lihatlah, ibu-ibu jaman sekarang yang semakin sadar akan perannya sebagai pendidik bagi anak-anaknya di rumah. Kini, makin banyak pekerja perempuan yang memilih resign dari kantor, demi pembentukan karakter anak-anaknya.
Namun, jangan harap mereka bisa diam, duduk manis, bekerja
hanya seputaran wilayah domestik, kasur-dapur-sumur. Melihat besarnya potensi
bertransaksi bisnis di kalangan kaum perempuan, kini marak kegiatan bisnis
online. Cukup dari rumah, para Ibu Rumahtangga ini mengendalikan bisnisnya.
-------------------
Sebutlah nama “Muri Handayani”, seorang pendiri “Sekolah
Bisnis Online”. Hani -demikian panggilannya- memang memiliki latar belakang
dunia IT. Sebagai alumnus Universitas Budi Luhur, jurusan Sistem Informatika
tahun 2000, Hani meyakini bahwa teknologi itu hadir untuk mempermudah urusan
manusia. Bukan sebaliknya, justru manusia diperbudak oleh teknologi.
-------------------
Contoh nyata manusia diperbudak teknologi, yaitu saat PLN berubah
menjadi Perusahaan Lilin Negara. Betapa banyak pelanggan setianya yang akan
berteriak dan memprotes keras, namun apatah daya, selama belum ada perusahaan
swasta yang diberi hak mengelola listrik, rakyat dipersilakan pasrah saja.
Hampir semua aspek kehidupan masyarakat modern, terhubung
dengan listrik. Lihatlah, sejak bangun tidur, kala di kamar mandi, air
dialirkan melalui mesin pompa ke bak atau keran, kita sudah menggunakan
listrik. Pakaian yang dikenakan, hasil sentuhan listrik pula, saat proses
pencucian dan perapihannya. Menyiapkan sarapanpun terkadang menggunakan oven listrik. Di kantor, jelas memanfaatkan listrik untuk ac, penerangan maupun penyedia daya bagi laptop atau komputer. Kembali ke rumah, tetap menggunakan listrik sebagai sumber penerangan dan hiburan, hingga mau tidurpun masih terhubung dengan listrik.
Betapa sesungguhnya mau tidak mau, suka tidak suka, rupanya kita sudah terlalu tergantung dengan kecanggihan teknologi. Jika listrik padam beberapa jam saja, hampir semua pekerjaanpun ikut tertunda.
Betapa sesungguhnya mau tidak mau, suka tidak suka, rupanya kita sudah terlalu tergantung dengan kecanggihan teknologi. Jika listrik padam beberapa jam saja, hampir semua pekerjaanpun ikut tertunda.
---------------
Nah, sekarang pilihan berada di tangan kita sebagai
penggunanya, mau memanfaatkan teknologi secara optimal hingga mampu meningkatkan taraf
ekonomi keluarga, atau justru diperbudak oleh teknologi, sibuk update status,
memposting foto-foto narsis dalam kondisi apapun?
Mau menjadi manusia modern nan produktif atau jadi mahluk gaul yang lupa waktu dan keluarga demi selalu eksis?
Mau menjadi manusia modern nan produktif atau jadi mahluk gaul yang lupa waktu dan keluarga demi selalu eksis?
---------------
RaDal, 231014 (02’25)
Komentar
Posting Komentar