Tuhan, Jangan Ambil Anakku!
![]() |
ilustrasi: mausehat.com |
Tubuh mungilnya tiba-tiba memucat, darahpun muncrat
dari seluruh lubang di tubuhnya. "Tidaaak! Jangan sekarang, Tuhan! Jangan
Kau ambil anakku!"
Kenangan itu...kenangan sepuluh tahun yang lalu,
rasanya masih lekat dalam bayangan. Keceriaannya tiba-tiba terampas, semenjak
dokter memvonis Raisya terindikasi menderita kanker darah.
“Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini?”, jeritku.
“Coba anda periksa lagi, Dok. Barangkali ada
kesalahan data.”, bujukku setengah putus asa.
“Maap Bu, ini hasil pemeriksaan terlengkap yang sudah
kami lakukan. Sekarang tugas Kami merawat Raisya, putri Ibu sebaik-baiknya.
Semoga segala tindakan yang Kami lakukan dapat menyembuhkan, yah minimal
mengurangi penderitaannya. Tenang Bu, sudah banyak pasien yang berhasil sembuh.
Semoga Raisya salah satu diantaranya”, panjang lebar dr. Setyo sang ahli kanker
darah anak menerangkan dan berusaha menenangkanku.
------------
Namun, ternyata Tuhan berkehendak lain. Aku hanya diberi
kepercayaan merawat dan mendidik Raisya selama lima tahun saja. Berat memang,
namun dalam sepuluh tahun semenjak kepergiannya, aku belajar banyak. Betapa
Raisya tetaplah cahaya hidupku, walaupun dirinya telah lama tiada.
Senyum manisnya, suara manjanya, tingkah lucunya, ketegaran
dirinya, semua...semua...selalu menjadi penyemangat hidupku hingga kini.
Kala bibirnya memucat, Raisya tetap tersenyum dan berkata “Aku
Ra Popo, Ma”, mengutip lagu Jupe yang sering didengarnya di televisi.
Tatapan sayu namun penuh semangat itu, mampu menggugah
ketegaran jiwaku merawatnya.
“Raisya sayang, kalau kamu lelah, istirahatlah. Kalau kamu
ingin bermain, Mama akan mengajakmu bermain di taman. Kalau kamu ingin makan
sesuatu, bilang ke Mama ya sayang”, ucapku serasa mengelus rambutnya yang
semakin menipis saja.
------------
Sudah seminggu lebih, tubuh Raisya terasa hangat.
Kuperkirakan sekitar 39-40’C. Wajahnya kian memucat, hingga tiba-tiba darah
menyembur dari mulut dan beberapa lubang di tubuhnya. Aku terperangah dan segera
berlari mencegat taxi, terburu-buru kubawa ia ke ICU RSUD di kota kami.
Inilah rupanya hari terakhirku bersamanya. Raisya kali ini
tak mampu bertahan melawan penyakitnya.
“Tuhan, kuikhlaskan Raisya menemuiMu kembali. Terimakasih
sudah mengirimkan malaikat kecil yang telah menerangi hari-hariku selama ini.
Raisya...Mama sayang kamu, Nak”, do’a terakhir yang mampu kupanjatkan di
samping tubuh kurusnya. Senyum mengembang indah di bibir pucatnya.
“Selamat Jalan Raisya, Selamat Jalan Malaikat Kecilku”
---------------------
![]() |
ilustrasi: cherryhillsun.com |
Temans... betapa banyak anak-anak di luar sana yang sedang
berjuang menghadapi kanker yang menggerogoti tubuh-tubuh mungil mereka. Di
balik senyum ceria dan pancaran semangat nan membara dari matanya, tersimpan
berjuta cerita dan derita.
Uluran tangan kita semua sangat didamba. Sebagai bentuk empati
kita kepada malaikat-malaikat kecil itu, mari bersama-sama Ronald Mc DonaldHouse Charity berbagi kasih, senyum dan cinta melalui situs www.stripesforlove.com
Jo lali yooo... :-D
Komentar
Posting Komentar